Alkisah suatu waktu, keluarga Laila hendak mempermalukan Majnun di depan
masyarakat agar dia tidak lagi mencintai Laila. Maka disusunlah sebuah
rencana, mereka akan membuat pesta jamuan besar dimana Laila nanti akan
menjadi pelayan yang menuangkan makanan pada piring-piring tamu. Semua
warga diundang termasuk sang kekasih hati Majnun yang sangat senang
karena akan mendapat kesempatan bertemu dengan Laila. Keduanya memang
sangat sulit bertemu karena tidak direstui. Di hari yang ditentukan
nampak tamu mengantri sambil memegang piring yang nantinya diberikan
pada Laila untuk diisi makanan. Pada saat bagian Majnun tiba untuk
memberikan piringnya, Laila dengan segera memecahkan piring yang dibawa
oleh Majnun.
Melihat kejadian itu, keluarga Laila sangat senang, karena Majnun pastinya malu, dan Laila pun sudah tidak mencintainya lagi karena dia mau melakukan apa yang disuruh, yaitu memecahkan piringnya. Anehnya, tak tampak sedikitpun gurat kesedihan di wajah Majnun, justru dia tersenyum-senyum gembira. Melihat keanehan itu salah sati warga mendatanginya dan bertanya.
Cerita yang sungguh menyentil bagiku, Mustafa mengajak kita untuk bersikap seperti halnya Majnun, melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, tidak hanya dari sudut pandang masyarakat umum. Jadi mungkin hal buruk yang menimpa diri kita ini sebenarnya justru tanda kasih sayang Allah pada kita, hanya kita tidak dapat melihat cinta-Nya.
Melihat kejadian itu, keluarga Laila sangat senang, karena Majnun pastinya malu, dan Laila pun sudah tidak mencintainya lagi karena dia mau melakukan apa yang disuruh, yaitu memecahkan piringnya. Anehnya, tak tampak sedikitpun gurat kesedihan di wajah Majnun, justru dia tersenyum-senyum gembira. Melihat keanehan itu salah sati warga mendatanginya dan bertanya.
"Kenapa kamu tersenyum? padahal keluarga Laila telah mempermalukanmu di depan umum"
"Malu? aku tidak merasa dipermalukan" jawab Majnun.
"Lalu, kenapa Laila memecahkan piringmu jika bukan untuk menunjukan kebenciannya padamu dan membuatmu malu?"
"oh... anda salah paham, Laila memecahkan piring itu maksudnya adalah agar aku mengantri lagi dan bertemu lagi dengannya" Majnun tersenyum.
Cerita yang sungguh menyentil bagiku, Mustafa mengajak kita untuk bersikap seperti halnya Majnun, melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, tidak hanya dari sudut pandang masyarakat umum. Jadi mungkin hal buruk yang menimpa diri kita ini sebenarnya justru tanda kasih sayang Allah pada kita, hanya kita tidak dapat melihat cinta-Nya.
sepenggal kisah yang dibawakan mustafa (debu),
sebelum tampil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar